Selasa, 09 Juni 2015

Siswa Dengan Kebutuhan Khusus



SISWA DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS
(STUDENT WITH SPECIAL NEED)

A.    Pengertian Anak Kebutuhan Khusus
Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak-anak yang istimewa, melalui mereka dapat belajar menghargai, mensyukuri apa yang Tuhan telah berikan dan berbagi dengan orang lain. disisi lain ketergantungan manusia dengan orang lain terikat sejak dalam kandungan. Menurut Suran dan Rizzo (1979), anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dan fungsi kemanusiannya. Secara fisik, psikolog, kognitif atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan atau kebutuhan dan pontesinya secara maksimal. Seperti tuli, buta, gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan emosianal, anak yang berbakat dan itelligensi tinggi, dikategorikan sebagai anak khusus luar karena memerlukan penanganan dari tenaga professional.
B.      Kategori Ketidakmampuan Anak
Yang dikategorikan anak bertidakmampuan adalah : (1) Tunanetra, buta sebagian, buta total. (2) Tunarungu : tuli sebagian, tuli total. (3) Tunawicara : bisu sebagian, bisu total. (4) Tunagrahita : keterbelakangan mental. (5) Tunadaksa : cacat fisik. (6) Tunalaras : gangguan perilaku, gangguan emosianal. (7) Tunaganda : gabungan dari dua atau lebih kelainan atau kecacatan dalam segi fisik, mental, emosi, dan social. (8) Keseulitan belajar : anak mengalami hambatan pada proses psikologis, dapat berupa ketidakmampuan mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau menghitung. (9) Autisme : suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. (10) Gangguan pemusatan perhatian-Hiperaktivitas: gangguan untuk memepertahankan fokus perhatian pada masalah yang dihadapi. (11) Anak berbakat : memiliki kemampuan yang menonjol, dapat memberikan prestasi yang tinggi.
C.    Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Pendidikan bagi orang dengan berbagai jenis kecacatan, gambaran umum sejarah menunjukkan adanya perkembangan dari upaya-upaya pendidikan yang sporadis, ke keingintahuan filosofis, hingga didirikannya sekolah-sekolah khusus serta lembaga khusus lainnya. Charles Michel de I’Epée (1712-1789) mendirikan sekolah khusus pertama bagi tunarungu di Paris pada tahun 1770. Castberg (1779-1823) mendirikan Lembaga Kerajaan bagi orang tuli-bisu pada tahun 1807. Valentine Haüy (1745-1822) mendirikan sekolah khusus pertama bagi tunanetra di paris pada tahun 1784. Murid Pinel, Jean M. G. Itard (1774-1838) melakukan upaya yang menjadi symbol bagi titik awal pendidikan bagi anak tunagrahita. Pendidikan khusus di Indonesia bagi siswa kebutuhan khusus sebenarnya telah ada mulai dari tingkat  TKLB, SDLB, SMLB, dan SMALB. Keberadaan SLB (Sekolah Luar Biasa) yang tersebar di beberapa wilayah sebenarnya belum mampu untuk menampung seluruh anak yang mempunyai keterbatasan.
D.    Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi merupkan konsekuensi lanjut dari kebijakan global Education for all dicanangkan UNESCO 1990. Pendidikan inklusi adalah penggabungan pendidikan regular dan pendidikan khusus ke dalam satu system persekolahan yang dipersatukan untuk mempertemukan perbedaan kebutuhan semua siswa. Adapun aspek-aspek penting yang harus diperhatikan dalam menyelenggarakan sekilah yang inklusi adalah : (1) guru perlu mengetahui bagaimana cara mengajar anak dengan latar belakang dan kemampuan yang beragam. (2) semua anak memiliki hak untuk belajar, tanpa memandang adanya perbedaan. (3) guru menghargai semua anak dan berinteraksi dengan semua siswa. (4) dalam lingkungan pembelajaran yang inklusi, berbagi visi yang sama tentang bagaimana anak harus belajar, bekerja dan bermain bersama. (5) lingkungan pembelajaran inklusi mengajarkan kecakapan hidup dan gaya hidup sehat. Adapun manfaat pembelajaran yang inklusi sebagai berikut : (1) manfaat bagi anak : kepercayaan dirinya berkembang, belajar secara mandiri, berinteraksi secara aktif bersama teman dan guru dan menerima perbedaan. (2) manfaat bagi guru : mendapat kesempatan belajar cara mengajar yang baru dalam melakukan pembelajaran bagi peserta didik yang memiliki latar belakang dan kondisi yang beragam, mampu mengatasi tantangan, memiliki keterbukaan terhadap masukan dari orangtua dan anak untuk memperoleh hasil yang positif. (3) manfaat bagi orang tua : dapat belajar lebih banyak tentang bagaimana anaknya dididik, secara pribadi terlibat dan merasa lebih penting untuk membantu anak belajar. (4) manfaat bagi masyarakat : masyarakat lebih merasa bangga ketika lebih banyak anak bersekolah dan mengikuti pembelajaran, masyarakat menemukan lebih banyak “calon pemimpin masa depan” yang disiapkan untuk berpartisipasi aktif di masyarakat.

Mata Kuliah : Pembelajaran PKN di SD
Dosen : Dirgantara Wicaksono, M. Pd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar